Kamis, 15 Desember 2011

uang dan kebijakan moneter menurut islam


Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah Negara. Biasanya otoritas moneter dipegang oleh Bank Sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan moneter merupakan instrument Bank Sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk memengaruhi variable-variabel finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang.
Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara stabilitas nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan memengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter Islam tidak berbeda dari tujuan kebijakan moneter konvensional, yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia.
Hal ini disebutkan Alquran dalam QS Al An’am: 152: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.” Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh Chapra (Alquran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.
Instrumen-instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional antara lain adalah:
1. Kebijakan Pasar Terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai uang, bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar, bank sentral akan menjual obligasi.
2. Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut, dengan uang tunai yang sama bank dapat menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
3. Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas.
Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial memengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, bank komersial akan mempunyai kecenderungan untuk meminjam dari bank sentral.
4. Moral Suasion Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa himbauan/bujukan moral kepada bank. Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip berbeda dari yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya.
Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter, secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya. Instrumen moneter bank syariah adalah hukum syariah.
Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlyingnya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam.
Tetapi, sejumlah intrumen kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base. Operasi pasar terbuka dapat juga dikendalikan melaui bentuk sekuritas berdasarkan ekuitas (equity based type of securities).
Menurut Chapra, mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam harus mencakup enam elemen yaitu
1. Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional. Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money: uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentu mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit.
2. Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
3. Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersial diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory reserve requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini.
4. Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersial untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antarbank komersial.
5. Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank.
6. Teknik Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif di atas harus dilengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk di antaranya moral suasion atau himbauan moral.
Dari literatur perbankan Islam, beberapa alternatif instrument kebijakan moneter yang dapat dipakai bank sentral antara lain:
1. Government Deposits, kewenangan bank sentral untuk memindahkan demand deposit pemerintah yang ada di bank sentral dari dan ke bank komersial untuk memberi dampak langsung pada cadangan bank-bank komersial.
2. Mengatur nilai tukar mata uang asing bersama-sama bank sentral dan bank komersial, persetujuan tukar menukar mata uang asing secara bersama-sama.
3. Common Pool, langkah ini diambil atas dasar semangat kerja sama yang menyaratkan bank-bank komersial untuk menyisihkan sebagian dari deposit dalam jumlah tertentu dengan tujuan untuk meringankan persoalan likuiditas yang dialami sesuatu bank.
4. Equity-Base Instruments. Jual beli surat berharga, saham dan sertifikat bagi hasil berdasarkan penyertaan. Instrumen ini dapat menggantikan obligasi pemerintah dalam operasi pasar.
5. Change in The Profit and Loss Sharing Ratio, Bank sentral mengeluarkan variasi rasio bagi hasil untuk aktivitas mudharabah untuk bank komersial dan untuk para deposan kepada wirausahawan.
6. Refinance Ratio (Rasio pembiayaan kembali) menurut Dr. Siddiqi sebagai pesuatu pembiayaan yang diberikan bank sentral kepada bank komersial sebagai bagian dari qardhul hasan yang diberikan oleh mereka.
7. Lending ratio. Rasio pemberian pinjaman merupakan persentase uang giral yang dapat dipinjamkan oleh bank sentral sebagai bagian dari qardhul hasan yang diberikan oleh mereka bagi nasabah mereka. Saat ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakan single banking (bank Islam saja) maupun dual banking system yang telah menciptakan dan menggunakan instrument pengendalian moneter ataupun menggunakan surat berharga dengan underlying pada transaksi-transaksi syariah.
Prinsip transaksi syariah yang digunakan antara lain adalah wadiah, musyarakah, mudharabah, Ar-rahn, maupun al-ijarah:
1. Prinsip wadiah yang digunakan di Indonesia berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Malaysia berupa Wadiah Interbank Acceptance (WIA).
2. Prinsip musharakah, negara yang menggunakan mekanisme ini adalah Sudan yang dikenal sebagai Government Musharakah Certificate (GMC) dan Central Bank Musharakah Certificate (CMC).
3. Prinsip mudharabah, negara yang menggunakannya adalah Republik Iran yang dikenal dengan National Participation Paper (NPP), Bank Negara Malaysia Mudharabah Money Market Operations.
4. Prinsip Al Ijarah, instrument pengendalian moneter yang digunakan antara lain sukuk Al Ijarah.
Negara-negara yang sudah menerbitkan sukuk dan menggunakannya sebagai instrument pengendalian moneter antara lain adalah Malaysia dan Bahrain. Surat berharga yang berbasis sukuk Al-Ijarah di Malaysia yang dikenal dengan Bank Negara Negotiable Notes.

Pencucian Uang adalah penerimaan uang tunai dalam jumlah besar oleh perbankan atau lembaga keuangan dari masyarakat yang diduga berasal dari hasil perdagangan gelap narkotika. Apabila uang tersebut disimpan dalam deposito ataupun ditanamkan dalam investasi lainnya, setelah melaui proses tersebut, seolah-olah uang itu merupakan hasil kegiatan transaksi yang sah (money laundering).

Uang Murah adalah Uang yang dapat dipinjam atau diperoleh dengan suku bunga yang rendah (cheap money).
Uang Palsu adalah Uang tiruan, dibuat oleh pihak yang tidak berwenang untuk diedarkan atau telah beredar, seakan-akan sebagai alat pembayaran yang sah (counterfeit money).
Uang Panas adalah:
1. Dana yang dikelola untuk tujuan spekulatif dan mendapatkan hasil yang tinggi dalam waktu yang singkat; dana tersebut akan berpindah mengikuti peminjam yang berani memberikan tingkat suku bunga yang tinggi; peminjam (misalnya bank) yang menggunakan dana ini harus berhati-hati karena dana tersebut dapat ditarik setiap saat jika pemilik dana mendapatkan tawaran dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi (hot money).
2. Pemindahan uang dalam jangka pendek akibat kondisi arbritage (hot money).
Uang Pecahan adalah Mata uang dalam suatu sistem moneter dengan nilai nominal lebih kecil daripada satu satuan hitung uang, misalnya sen di Indonesia, shilling di Inggris (fractional money).
Uang Standar adalah Uang atau satuan uang yang merupakan standar suatu sistem moneter (standard money).
Uang Tanda adalah Uang logam yang dengan undang-undang ditetapkan bernilai nominal lebih tinggi dan pada nilai bahannya (token money).
Uang Tunai Khazanah adalah Uang tunai yang terdapat dalam. khazanah yang tidak diperlukan untuk penggunaan seketika yang berfungsi sebagai cadangan; sisa dan uang tunai lain ditempatkan di dalam tempat uang dan laci uang di bawah penjagaan petugas kasir (vault cash).
Uang Fidusia adalah Mata uang yang tidak sepenuhnya dijamin oleh logam mulia (fiduciary money).
Uang Kartal adalah Uang kertas, uang logam, komemoratif koin, dan uang kertas komemoratif yang dikeluarkan oleh bank sentral yang menjadi alat pembayaran yang sah di suatu negara (real money).
Uang Kertas adalah Warkat dengan nilai nominal tertentu yang berfungsi sebagai uang, seperti uang kertas pemerintah, uang kertas bank, dan cek (paper money).
Uang Kertas Bank adalah Uang kertas yang dikeluarkan oleh bank dan merupakan alat pembayaran yang sah di satu negara; di Indonesia dikeluarkan oleh Bank Indonesia (bank note).
Uang Kertas Emas (SDR) adalah Aktiva moneter yang dipegang oleh negara Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai bagian dan cadangan internasional mereka; tidak seperti aktiva cadangan yang lain, seperti emas, SDR tidak memiliki bentuk nyata; SDR diciptakan oleh IMF sendiri, SDR dinilai berdasarkan lima mata uang asing, yaitu dolar Amerika, mark (Jerman), poundsterling (Inggris), franc (Prancis), dan yen (Jepang); lihat hak tarik khusus (special drawing right).
Uang Kertas Tolok Tukar adalah Uang kertas yang dapat ditukarkan dengan uang logam sesuai dengan nilai nominalnya (convertible paper money).
Uang Ketat adalah Kondisi ekonomi yang sulit untuk memperoleh kredit, biasanya disebabkan oleh kebijakan bank sentral yang membatasi uang beredar (tight money).
Uang Kuasi adalah Kewajiban sistem moneter dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dalam rupiah dan saldo rekening valuta asing milik penduduk (quasi money).
Uang Lemah adalah 1. Uang kertas; 2. Uang dengan nilai atau daya beli yang tidak mantap (soft money).
Uang Logam adalah Mata uang yang terbuat dari bahan logam, seperti emas, perak, tembaga, aluminium, perunggu, dan suasa, diterbitkan oleh pemerintah dan berlaku sebagai alat pembayaran yang sah; yang berhak menerbitkan uang (termasuk uang logam) di Indonesia adalah Bank Indonesia (coin; metalic money).
Uang Lusuh adalah Kondisi uang yang tidak baik untuk diedarkan dan dapat ditarik dari peredaran (mutilated currency).
Uang Mahal adalah Uang yang dapat dipinjam atau diperoleh dengan suku bunga tinggi (dear money).
Uang Mati adalah Uang yang hanya dapat dipinjamkan pada tingkat bunga yang tinggi (dead money).
Uang Mengambang adalah Uang yang berada dalam bank yang kelebihan likuiditas, sementara peluang penggunaan yang dapat memberikan keuntungan bagi bank belum dapat ditentukan (floating money).
Uang Menganggur adalah Uang yang belum digunakan, seperti uang tunai yang tersimpan dalam peti atau kelebihan alat-alat likuid dalam suatu bank (barren money: idle).
Uang Mudah adalah Uang yang diperoleh pada tingkat suku bunga yang rendah atau diperoleh tanpa adanya kesulitan karena adanya ekspansi kredit di sektor perbankan; kebijakan uang mudah dapat membantu pertumbuhan ekonomi; namun, jika dilaksanakan dalam periode yang lama dapat menimbulkan adanya inflasi (easy money).
Uang Asing adalah Mata uang negara lain, bukan merupakan alat pembayaran yang sah di dalam negeri di Indonesia seperti dolar Amerika, Yen, dan Rupee (foreign money).
Uang Barang adalah Uang dengan nilai nominal yang sama dengan nilai barang-barang yang ditetapkan sebagai standar nilai dan dapat ditukarkan dengan barang-barang standar tersebut atas dasar perbandingan tertentu (commodity money).
Uang Beredar adalah Kewajiban moneter suatu sistem moneter terhadap masyarakat; di Indonesia uang tersebut terdiri atas jumlah uang kartal yang berada di luar sistem moneter dan saldo giro atas nama pihak bukan anggota sistem moneter (money supply).

Kebijakan Moneter Bank Indonesia dan Uang

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu stabilitas nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta stabilitas terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan sasaran operasional, yaitu uang primer (base money), dan selanjutnya mengamati perkembangan indikator-indikator yang memberikan tekanan pada harga dan nilai tukar rupiah.
Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui peranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan. Sebagai otoritas moneter, pengembangan ekonomi dan perbankan Islam adalah merupakan amanat dari UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, Serta UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memungkinkan cara-cara pengendalian moneter oleh Bank Indonesia dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.
Sehubungan dengan hal tersebut Bank Indonesia sendiri telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong perkembangan ekonomi dan perbankan Islam, antara lain dengan dikeluarkannya Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), serta sejumlah ketentuan lain soal kehati-hatian perbankan syariah.
Di sisi pasar uang syariah dan kebijakan moneter, Bank Indonesia telah mengeluarkan informasi mengenai Giro Wajib Minimum (Statutory Reserve Requirements), Kliring. Bank IndonesiaI juga mengeluarkan ketentuan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) untuk penempatan dan pemenuhan kebutuhan likuditas jangka pendek dan menciptakan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai instrumen moneter untuk menyerap kelebihan dana ada bank syariah.
Ke depan, Bank Indonesia telah menetapkan strategi pengembangan ekonomi dan perbankan Islam yang dirumuskan dalam cetak biru (blue print). Visinya, mewujudkan system perbankan syariah yang sehat, kuat dan istiqamah terhadap prinsip syariah dalam kerangka keadilan, kemaslahatan dan keseimbangan, guna mencapai masyarakat yang sejahtera secara material dan spiritual.
http://esharianomics.com/esharianomics/uang-moneter/kebijakan-moneter-bank-indonesia-dan-uang/


Jan 9, 2010

Uang dan Kebijakan Moneter Dalam Islam (bag.2)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLtmaZ_X311z-qL7P0anulwB2UF7RkdmIffvte1Zw9PiQluOSjWh-Z8EGGi-lkva4VYrm4-TeWwJ1QMBdC-1QKSj4qMkZvaXrq7YzQQmAM7AFBnIP9nNT2EYpdZ3j66447MZRj5TPZHLo/s200/investasi-emas.jpgPerkembangan Perniagaan dan Uang Di Masa Islam
Pra berdirinya pemerintah Islam, jazirah Arab dikenal sebagai salah satu jalur perdagangan internasional yang menghubungkan Eropa dan Asia. Pergerakan perdagangan yang menghubungkan benua tersebut sejak ribuan tahun lalu dikenal sebagai Jalur Sutera (Silk Road). Berabad-abad yang lalu, beberapa agama-agama di dunia bergerak dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan jalur lalu lintas perdagangan yang diperkuat pula oleh bertambahnya populasi manusia.
Jalur sutera merupakan nama dari lalu lintas penyebaran Sutera China dari Timur ke Barat, dan sutera china sangat populer di daerah Kekaisaran Romawi hingga menyebar ke jazirah Arab. Saat itu, metode pertukaran transaksi perdagangan masih menggunakan sistem barter (saling menukar komoditi), contohnya orang-orang China yang membawa sutera ke wilayah Barat, mereka pertukarkan dengan emas, perak, dan wol ke China.
Pada awal tahun 600 M sebelum Islam di Arab bagian selatan, hadir seorang pemuda yang dikenal sebagai pedagang di masa mudanya, sebelum diutus sebagai Nabi dan Rasul terakhir setelah Nabi Isa as, yang merupakan keturunan dari Nabi Ismail as, anak dari Nabi Ibrahim as. Di masa Islam telah jaya di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw, menghadirkn sebuah model kepemimpinan Islam yang bernilai tinggi dalam aktivitas komersial yang tidak dapat dibandingkan dengan kebudayaan manapun di masa itu.
Pemerintahan Islam terbentuk dari penaklukan secara adil dengan mengikuti jalur perdagangan internasional yang telah dipergunakan para pedagang Timur dan Barat selama berabad-abad sebelumnya. Penguasaan tersebut akhirnya melahirkan sebuah tatanan kehidupan baru sehingga berdampak pula pada terciptanya tata niaga yang diatur dalam hukum Islam.
Tatanan niaga yang terbentuk di masa Pemerintahan Islam sangat berpengaruh pada pekembangan perdagangan dan ekonomi secara global, sehingga transaksi-transaksi yang terjadi semakin beragam dan kompleks. Di masa awal sebelum Islam, orang-orang Arab sudah mengenal alat tukar berupa uang dari emas dan perak yang dikenal sebagai dinar dan dirham, hingga oleh Pemerintahan Islam berkuasa, ditetapkanlah sebagai mata uang resmi saat itu. Walaupun kita ketahui bahwa dinar dan dirham bukan berasal dari Arab dan bukan ditemukan oleh orang-orang Arab. Dinar adalah alat tukar resmi di Romawi (Barat) dan Perak adalah alat tukar resmi di wilayah Persia (Timur).
Sebelum Pemerintahan Islam terbentuk di Jazirah Arab waktu itu, Romawi dan Persia telah menguasai dan berpengaruh banyak pada wilayah Arab waktu itu. Sehingga, dinar dan dirham sudah cukup dikenal dan dipergunakan dalam setiap transaksi perdagangan oleh pedagang-pedagang Arab kala itu.
Koin dinar dan dirham secara fisik memiliki berat yang tetap serta kandungan emas dan peraknya juga tetap. Namun sempat terjadi perubahan setelah masa-masa pemerintahan Islam berganti oleh dinasti-dinasti berkuasa, seperti pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah, koin dinar dan dirham mengalami perubahan berat dari sebelumnya.
Selain menggunakan dinar dan dirham, pada awal masa pemerintahan Islam juga menggunakan metode pembayaran kredit. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, kredit yang dituangkan dalam bentuk surat-surat utang diterbitkan oleh pemerintah untuk dipergunakan oleh negara dan masyarakat yang melakukan transaksi perdagangan dengan nilai yang besar dan membutuhkan jarak yang jauh, oleh karenanya penggunaan logam dinar dan dirham akan menyulitkan.
Penawaran dan Permintaan Uang
Uang merupakan instrument moneter. Terjadinya pertukaran dalam transaksi jual beli membutuhkan alat tukar yang diakui secara resmi dan memiliki nilai. Maka uang berperan sebagai alat tukar dalam jual beli. Ketersediaan uang secara umum akan berpengaruh pada besarnya jumlah transaksi perdagangan. Di masa pemerintahan Nabi Muhammad Saw di Madinah pernah melakukan impor dinar dan dirham dari Roma dan Persia, dengan cara melakukan ekspor komoditi kepada dua negara tersebut.
Besarnya volume impor uang dan komoditas bergantung pada volume komoditas ekspor. Jika permintaan uang (money demand) meningkat, maka dilakukan impor uang, sedangkan jika permintaan uang menurun, maka uang yang akan diimpor.



.  ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM YANG HIDUP[1]
            Islam bukan hanya berkaitan dengan masalah ritual saja, namun Islam merupakan  suatu sistem yang koprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk pembangunan ekonomi serta industri perbankan. Islam memandang manusia sebagai khalifah di bumi. Sang khalifah diberikan amanah oleh Allah untuk memanfaatkan bumi dan isinya sebaik-baiknya untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama.
            Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan pertunjuk melalui para RasulNya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik aqidah, akhlak, maupun syariah.
Dua komponen pertama yaitu aqidah dan akhlak bersifat konstan, keduanya tidak mengalami perubahan apapun walaupun perbedaan waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradapan umat.
Hal ini diungkapkan dalam Al-Qur’an, QS.AL-Maaidah:48,
“…Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…”
Rasulullah bersabda,” Para rasul tak ubahnya bagaikan saudara sebapak, ibunya (syariahnya) berbeda-beda sedangkan  diennya (tauhidnya) satu.” (HR.Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad)[2]
Oleh karena itu, syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa  oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan menyeluruh atau komprehensif tetapi juga universal. Karakter istimewa ini  diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya.
Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan khaliqnya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai khalifahNya di muka bumi. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi aturan main manusia dalam kehidupan sosial. Kelengkapan sistem muamalah yang disampaikan Rasullullah saw terangkum dalam skema berikut.
Universal bermakna syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir. Universalitas ini tampak jelas pada bidang muamalah. Selain mencakup luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan nonmuslim. Kenyataan ini terlihat dalam suatu ungkapan yang diriwatkan oleh Sayyidina Ali ra,
“Dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita.”
Sifat muamalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat (principles and variables). Dalam sektor ekonomi, misal yang merupakan suatu prinsip adalah larangan riba, system bagi hasil, pengambilan keuangan, pengenaan zakat, dll. Adapun contoh variabel adalah instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Diantaranya adalah aplikasi prinsip jual beli dalam modal kerja, penerapan azas Mudharabah dalam investasi.
MUAMALAH

IBADAH

HAK SWASTA               

HAK PUBLIK

INTERIOR AFFAIR

EXTERIOR AFFAIR

EKONOMI

ADMINISTRASI

KONSTITUSI

PERBANKAN

ASURANSI

MORTGAGE

VENTURE CAP

LEASING

CRIMINAL LAWS    

CIVIL LAWS

AQIDAH

SYARIAH

AKHLAQ

ISLAM

HUBUNGAN INTERNASIONAL
 






















Skema Islam sebagai suatu system yang komprehensif dan universal
Sumber: Zarqa (1959), Al-Fiqh al-Islamyfi Tsaubihi al-jadid, dengan tambahan
 



II. SISTEM MONETER ISLAMI

Ekonomi moneter merupakan salah satu bidang yang dibahas dalam ekonomi islam. Ilmu moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tntng sifat serta pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi. Banyak topik yang dibahas dalam kajian moneter dalam bidang ekonomi diantaranya peranan dan fungsi uang uang, sistem moneter dan pengaruhnya terhadap jumlah uang dan kredit, struktur dan fungsi bank, pengaruh uang dan kredit dalam prekonomian, stabilitas ekonomi, distribusi pendapatan, dan masih banyak lagi[3].
Sebagaimana kita ketahui, dalam kehidupan ekonomi, uang ibarat darah dalam tubuh manusia. Oleh karenanya, uang memiliki nilai (dalam fungsinya) pada aktivitas ekonomi. Dalam islam permintaan akan uang terutama dalam transaksi dan kebutuhan kebanyakan ditentukan oleh tingkat pendpatan dan distribusinya. Permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya dipicu oleh fluktuasi tingkat suku bunga dalam perekonomian kapitalis. Penurunan tingkat suku bunga yang disertai dengan harapan akan mningkat merangsang orang atau perusahaan untuk tetap menyimpan uangnya. Karena dalam perekonomian kapitalis bunga seringkali berfluktuasi. Dengan penghapusan bunga ini dan kewajiban akan zakat 2,5% setahun dapat meminimalisir permintaan spekulatif akan uang[4].
Kebijakkan Moneter
Ilmu moneter merupakan bidang kajian ilmu ekonomi moneter. Ilmu ekonomi moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari sifat serta pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi pada umumnya diartikan suatu kegiatan yang mempengaruhi tingkat pengangguran produksi, harga dan hubungan perdagangan atau pembayaran internasional. 3 alasan mempelajari kebijakan moneter dalam ekonomi islam:
1.      Mengetahui lebih dalam mengenai mekanisme uang, bagi hasil, lembaga keuangan, sistem dan kebijakan moneter, serta mekanisme ekonomi bagi hasil.
2.      Menganalisa fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi islam.

Sektor moneter merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi sektor ekonomi riil. Kebijakan moneter merupakan instrument penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi baik modern maupun islam. Namun perbedaan yang mendasar terletak pada tujuan dan larangan bungan dalam islam. Syarat tercapai dan terjamin berfungsinya sistem moneter secara baik adalah Otoritas moneter harus melakukan pengawasan kepada keseluruhan sistem.
Tujuan-tujuan Kebijakan Moneter Islam:
a.       Menurut Iqbal dan khan
·        Economic well-being full employment and optimum rate of economic growth
·        Sosio-economic justice and equitable distribution of income and wealth
·        Stability in the value of money
b.      Menurut Umer Chapra
·        Kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum
·        Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
·        Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil
·        Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan

Dari ke 4 tujuan diatas sekilas hampir sama dengan sistem  kapitalis. Akan tetapi kalau dikaji lebih dalam, ada perbedaan penekanan dan komitmen yaitu tentang nilai-nilai spritual, keadilan sosio ekonomi dan persaudaraan manusia.
Alat-alat kebijakan Moneter
a.       Target pertumbuhan dalam M dan Mo
b.      Peran serta masyarakat dalam permintaan tabungan
c.       Penyediaan cadangan yang sesuai dengan ketentuan
d.      Alokasi kredit yang berorientasi pada nilai
e.       Sertifikat deposito
Sumber Ekspansi Moneter
Fungsi utama sistem moneter adalah melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan ekonomi. Dari pendekatan ekonomi islam, ada 3 sumber ekspansi moneter, yaitu:
1.      Fiat Money Creation
Alasan Bank sentral membuat uang:
  1. Pemerintah meminjam secara langsung uang pada bank ini. Dengan kasus:
·        Terjadinya anggaran defisit
·        Bank sentral berusaha menstabilkan ekonomi melalui kegiatan psar-terbuka (open market)
  1. Bank sentral memutuskan melakukan “perluasan” kegiatan pasar-terbuka
2.      Credit Money
3.      Balance-of-payments surplus
Instrumen Keuangan
Fungsi fundamental yang ke dua dari sistem moneter dan keuangan adalah harus mendorong penanaman sumber dan pengalokasiannya ke investor. Dalam sistem konvensional dilakukan oleh lembaga perantara keuangan yang didasarkan pada tingkat bunga fix, sedangkan dalam ekonomi bebas dilakukan dengan sistem bagi hasil. Uang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem ekonomi modern. Adapun fungsi uang :
1.      Uang sebagai alat tukar
2.      Uang sebagai satuan pengukur nilai
3.      Uang sebagai alat penimbun/penyimpan kekayaan
Sedang dalam islam fungsi nomer tiga diakui sebagi sebuah fungsi uang karena brtentangan dengan kaidah syariah.
Keadaan riil menunjukkan bahwa perkembangan pasar uang dunia saat ini, sebagian besar dipergunakan untuk memperdagangkan uang itu sendiri. Hanya 5% dari transaksi di pasar uang yang berkaitan dengan transaksi barang dan jasa. Bahkan volume transaksi pasar barang dan jasa hanya 1,5% dibandingkan dengan turn over transaksi di pasar uang. Ekonomi klasik mengatakan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (Direct Utility Junction), hanya bila uang itu digunakan untuk membeli barang, maka barang itu akan memberikan kegunaan.
Teori Ekonomi Neo Klasik mengatakan kegunaan uang timbul dari daya beli. Jadi uang memberikan kegunaan tidak langsung (Indirect Utility Function). Dua Fungsi fundamental uang pada sistem finansial secara keseluruhan:
1.      Memungkinkan terjadinya likuiditas secara mencukupi, sehingga produksi dan tukar menukar dapat terjadi secara wajar
2.      Termobilisasinya pendapatan, sumber daya dan pengalokasian investor secara sesuai.
Berkaitan dengan fungsi uang diatas, maka keberadaan lembaga dan pengatur peredaran uang diperlukan. Seperti yang dijelaskan oleh Munawar Iqbal dan M. Fahim khan “A survey of Issues and A Programme for Research in monetary and Fiscal Economics of Islam”:
            Teori moneter modern, penimbunan uang berarti menghambat atau memperlambat perputaran uang yang berarti semakin kecil transaksi yang terjadi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Sedangkan peleburan uang berarti mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi.
Berikut ini adalah kaitan uang dengan perekonomian:
1.      Uang dan nilainya
Masyarakat selalu mengatakan fungsi uang mempengaruhi simpanan. Menurut ekonomi konvensional, bahwa orang yang menumpuk uang bahwa berarti ia telah mengumpulkan nilai materi sampai uang yang tertumpuk itu dapat mencapai kekuatan daya beli. Pandangan demikian adalah keliru. Menurut Imam Ghazali dan Ibnu Khaldun, Uang bukan sesuatu yang menguntungkan. Angka yang tertera tidak menguntungkan dan tidak bernilai. Dasar kehidupan ekonomi adalah produksi, yang merupakan hasil usaha dari individu-individu. Selama uang masih dikaitkan dengan produksi, maka tidak ada cara apapun yang dpat membuatnya bernilai. Uang tidak akan bernilai jika tidak digunakan sebagai alat pembayaran. Maka uang yang ditumpuk tidak sama dengan uang yang beredar. Jadi uang tidak untuk disimpan atau ditumpuk saja tapi harus diproduksi[5].
2.      Uang dan ukuran nilai
Bila uang diterima sebagai alat pembayaran, maka otomatis terkait dengan uang sebagai alat ukur. Proporsi pertukaran uang dengan komoditi tidak selalu stabil, oleh karena itu sering kita mendengar nilai uang suatu bangsa turun naik. Hal ini berarti daya beli uang negara tersebut naik dan turun. Ketidakstabilan dan ketidak menentuan nilai uang adalah akar penyebab penyakit ekonomi modern.
3.      Permintaan dan penawaran uang
Kenyataannya permintaan uang sama dengan permintaan barang yang ditawarkan. Oleh karena itu, permintaan barang yang tidak terbeli maka akan terjadi penumpukan persediaan. Tidak ada seorangpun yang memerlukan uang untuk mendapatkan uang kembali. Hal ini karena uang tidak bermanfaat.
Teori permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi islam[6]:
a.       Permintaan Uang menurut Mazhab Iqtishoduna
Menurut mazhab ini, permintaan uang hanya ditujukan untuk 2 tujuan yaitu transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi.
b.      Permintaan Uang menurut Mazhab Mainstream
Permintaan uang dikategorikan dalam 2 hal yaitu permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Landasan filosofis teori dasar permintaan uang ini adalah bahwa Islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money atau penimbunan kekayaan merupakan “kejahatan” penggunaan uang yang harus diperangi. Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Ini dilakukan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha produktif. Penerapan kebijakan ini berdampak pada pola permintaan uang untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang dianggurkan, maka permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Oleh karena itu orang berusaha untuk memperkecil pajak yang dibayarkan kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle. Hal ini berarti velocity of money akan meningkat, dengan meningkatnya komponen ini maka akan mengurangi permintaan uang untuk berjaga-jaga dan sekaligus akan meningkatkan permintaan uang untuk transaksi. Peningkatan uang yang digunakan untuk transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan pendapatan nasional.
c.       Permintaan Uang menurut Mazhab Alternatif
Permintaan uang menurut mazhab ini terkait erat dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Konsep ini dalam Islam secara sederhana diartikan sebagai: “Keberadaan uang pada hakikatnya adalah representatif dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil”. Konsep ini menjebatani dan tidak mendikotomi antara pertumbuhan uang disektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang disektor riil.
Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut digunakan. Dengan demikian, tidak selalu nilai uang harus bertambah walau waktu terus bertambah, akan tetapi nilai tambahnya akan tergantung dari hasil yang diusahakan dengan uang itu.
4.      Pentingnya uang dalam perekonomian
Kehidupan ekonomi merupakan mata rantai hubungan dari permintaan, persediaan dan penawaran yang tidak pernah putus. Oleh karena itu, kita perlu mempertahankan kelancaran arus peredaran uang agar transaksi yang efisien, proses memberi dan jual beli dapat berlangsung.
Oleh karena itu, dalam Islam, penumpukan uang (Kanz) dilarang. Karena dapat menutup arus peredaran. Akibatnya akan menghambat efisiensi usaha dan pertukaran komoditas produksi dalam perekonomian. Jika demikian maka kemakmuran tidak akan tercapai.
Perjalanan ekonomi sangat tergantung dengan uang dan modal. Dalam ekonomi konvensional, tidak adanya perbedaan antara uang dan modal. Namun dalam konsep ekonomi Islam, uang dan modal merupakan sesuatu yang berbeda. Dimana uang adalah milik masyarakat, sedangkan modal adalah milik individu. Jadi barang siapa yang menimbun uang (atau membiarkan tidak produktif) berarti akan memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian nasional. Sedangkan modal adalah milik pribadi. Dalam Islam, modal adalah objek zakat. Jadi kalau modalnya tidak diproduktifkan akan habis digerogoti oleh zakat. Resiko dapat diminimumkan dengan melakukan qard (meminjamkan modal) tanpa mengambil imbalan apapun kecuali dengan kerjasama dengan sistem bagi hasil.
Transfer Dana Dalam Sistem Moneter Islam
Perputaran uang pada dasarnya adalah dari surplus unit kedefisit unit. Dalam perputara ini bisa berbentuk transaksi bisnis dengan sistem bagi hasil ataupun transaksi tabarru’ tidak mengharapkan imbalan.. Inti mekanisme bagi hasil pada dasarnya terletak pada kerja sama yang baik antara shahibul mal dengan Mudharib. Kerja sama  merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islam. Kondisi ini dapat dilihat pada hubungan antara kaum muhajirin dan kaum anshar.
Kerja sama ekonomi harus dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi, yaitu: Produksi, distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerja sama dalam bisnis islam adalah Qirad atau Mudharabah. Qirad atau Mudharabah adalah kerja sama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui Qirad atau Mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati bersama.
            Dalam era modern ini kegiatan ekonomi tidak bisa lepas daari peran lembaga keuangan. Lembaga keuangan (bank) sebagai lembaga perantara antara pihak surplus dana kepada pihak minus dana menjalankan fungsi[7]:
1.      Pengumpulan Dana
Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan jasa simpanan/tabungan yang bentuknya bisa terikat dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya.
Adapun akad yang melandasi kegiatan simpanan ini:
a.       Simpanan wadiah,
Merupakan titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik pemiliknya atau anggota dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindahbukuan/transfer dan perintah membayar lainnya. Simpanan wadiah dikenakan biaya administrasi namun oleh karena dana yang dititipkan diperbolehkan diputar oleh pengelola, maka penyimpan dana akan mendapat bonus sesuai dngan jumlah dana yang berperan dalam pembentukan keuntungan bagi pengelola.
b.      Tabungan Mudharabah
Tabungan pemilik dana yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pada simpanan mudharabah tidak diberikan bunga namun bagi hasil.
2.      Penyaluran dana
Lembaga keuangan (Bank) islam juga merupakan lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomian umat. Sehingga dana yang dikumpulkan harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan.
Pinjaman dana kepada anggota disebut pembiayaan. Pembiayaan merupakan fasilitas yang diberikan lembaga keuangan (bank) Islam kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh lembaga keuangan islam tersebut dari masyarakat yang  surplus dana.
Dari sudut pandang makroekonomi, pinjaman tanpa bunga akan menciptakan suatu sistem efisiensi dana untuk produksi atau konsumsi dengan asumsi yang meminjamkan dan yang meminjam memiliki informasi yang sempurna. Dana pinjaman ini biasanya dibayar tepat waktu dan tanpa biaya administrasi. Oleh karena itu, sistem ini mendorong peningkatan kesejahteraan umum dan ekspansi agregat supply.
Jenis pembiayaan yang dilakukan oleh bank islam:
a.       Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil (BBA)
Pembiayaan yang berakad jual beli. Perjanjian antara bank Islam dengan nasabah, dimana Bank Islam menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudia proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang dan marjin keuntungan yang disepakati.
b.      Pembiayaan Murabahah (MBA)
Pembiayaan berakad jual beli. Pembiayaan ini merupakan kesepakatan antara Bank Islam sebagai pemberi modal dan nasabah (Debitur) sebagai peminjam. Prinsipnya sama dengan pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil, hanya saja pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh tempo pengembaliaannya.
c.       Pembiayaan Mudharabah (MDA)
Pembiayaan dengan akad syirkah. Perjanjian pembiayaan antara Bank Islam dan nasabah dimana Bank menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.
d.      Pembiayaan Musyarakah (MSA)
Pembiayaan dengan akad syirkah. Penyertaan Bank Islam sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang resiko dan keuntungan ditanggung bersama dan berimbang.
e.       Pembiayaan Al-Qordhul Hasan (QH)
Pembiayaan dengan akad ibadah. Suatu bentuk perjanjian pembiayaan antara Bank Islam dengan Nasabah. Hanya nasabah yang dianggap layak yang mendapat pembiayaan ini.
f.        Al Ijarah
Merupakan talangan dana sepenuhnya kepada nasabah dalam rangka untuk pengadaan barang ditambah dengan keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa tanpa diakhiri dengan kepemilikan. Bank sebagai leasor memberikan kesempatan kepada nasabah untuk memperoleh manfaat dari barang yang disewa untuk jangka waktu tertentu, dengan ketentuan nasabah akan membayar sejumlah uang pada waktu yang disepakati bersama. Apabila habis jangka waktunya, barang yang menjadi objek ijarah tetap menjadi milik bank.
g.       Ba’iu Takjiri
Merupakan pembiayaan penuh yang merupakan talangan dana untuk pengadaan barang ditambah keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa yang di akhiri dengan kepemilikan. Prinsipnya hampir sama dengan sewa beli. Setelah habis pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan maka objek atau barang yang disewabelikan tersebut menjadi milik nasabah.
            Selain dalam bentuk pembiayaan penyaluran tabungan dalam investasi adalah infaq dan wakaf. Sebab keduanya mengandung unsur religi dan spiritual.
Praktek bisnis yang dilarang:
Sudah menjadi syarat utama dalam transaksi adalah harus bebas dari larangan-larangan syariah islam. Dalam bukunya adiwarman karin disebutkan bahwapenyebab terlarangnya transaksi terbagi menjadi tiga kategori[8]
1.      Haram zatnya; transaksi dilarang karena objek yang ditransaksikan haram. Seperti daging babi, khamr, dll
2.      Haram selain zatnya, karena melanggar prinsip suka rela contohnya tadlis, ihtikar, kedua karena melangar prinsip tidak mendhalimi dan didholimi seperti rekayasa pasar, bai najasy, taghrir/ gharar, dan riba
3.      tidak sah/ lengkap akadnya, faktor faktor tidak lengkapnya akad yang ada seperti berikut; rukun dan syarat tidak terpenuhi, terjadinya ta’alluq, dan terjadinya two in one
Aset Investasi
            Menurut hukum Islam, pada prinsipnya setiap sesuatu dalam muamalah adalah diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariah. Hal ini didukung oleh Al-Qur’an, Hadist, dan pendapat ulama:
a.       Dr. Wahbah az-Zuhaily mengatakan, “Dan setiap syarat yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariah dan dapat disamakan  hukumnya (qiyas) dengan syarat-syarat yang sama.”
b.      Mazhab Hambali dan para fuqaha lainnya menerangkan, bahwa “Prinsip dasar dalam transaksi dan syarat-syarat yang berkenaan dengannya ialah boleh diadakan, selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan dengan nash syariah”.
c.       QS.An-Nisa:29, “ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…”
d.      HR.A bud dawud, Ibn Majah, dan Tirmizi dari Amru bin ‘Auf), Rasulullah memberikan acuan bagi para umatnya dalam melakukan transaksi atau akad sebagai berikut: “Perdamaian itu boleh antara orang-orang Islam kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Orang-orang Islam wajib memenuhi syarat-syarat yang mereka sepakati, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
Pasar penghubung Unit Defisit dengan Unit Surplus
Pada dasarnya kegiatan transaksi yang dilarang dalam operasionalisasi Bank Islam adalah seolah-olah melakukan jual beli atau sewa-menyewa uang dari bentuk mata uang yang sama dengan memperoleh keuntungan darinya.
Namun dalam islam ada Pasar modal (Stock Market), menurut iqbal dan khan mengenai pasar saham dalam kapitalis:
“Suffer from erratic fluctuation and low rates of divided which make them less attractive than no-risk, fixed return bonds”
Hal ini tidak dapat diterima karena dalam ekonomi islam dimana equity financing sangat dianjurkan. Hal ini diperlukan untuk menjamin bahwa pengusaha dapat meningkatkan kecukupan modal ekuitasnya tanpa kesulitan, dan investor dapat menjual sahamnya dan melakukan share dimana mereka membutuhkan likuiditas. Larangan Riba dapat dijadikan alat untuk menanggulangi terjadinya spekulasi, sehingga dapat memperkecil terjadinya fluktuasi harga saham.
Lembaga Keuangan (Lembaga Intermediasi)
Lembaga keuangan adalah ini bebas bunga atau lembaga keuangan yang menggunakan sistem bagi hasil.
Adapun lembaga keuangan islami yang sedang berkembang:
1.      Perbankan Islam
2.      Asuransi
3.      Leasing (Ijarah)
4.      Pegadaian Syariah (Rahn)
5.      Reksadana Syariah
6.      DPLK Syariah
7.      BMT Koperasi Syariah
Perbankan Islam
            Bank Islam adalah bank yang beroperasi tidak mengandalkan bunga. Dimana baik operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist. Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang.
Bank sentral harus menjadi kunci dari sistem perbankan Islam karena melalui usahanya yang kreatif dan hati-hati sistem keuangan dan perbankan Islam dapat mengaktualisasikan dirinya. Bank sentral adalah lembaga yang dipercaya mengelola persediaan uang dengan melibatkan masalah fiat money seperti halnya pengawasan bank komersial. Bank sentral akan menentukan program tahunan pertumbuhan persediaan uang yang diharapkan sesuai dengan tujuan ekonomi nasional, Jika melihat dari sejarah[9]:
a.       Pada masa Pemerintahan khalifah Ali melakukan pencetakan uang dalam jumlah terbatas
b.      Pada masa daulah mu’awiyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan (75 H/695 Masehi) mencetak dirham khusus bercorak islam, dengan lafadz-lafadz islam yang ditulis dengan huruf arab gaya kufi. Dengan demikian, dinar persia tidak digunakan lagi. Barulah pada zaman Abdul Malik (76 Hijriyah) pemerintah mendirikan tempat percetakan uang di Daar Idjard. Suq ahwaj, Sus, Jay, Manadar, Maisan, Rai, Abarkubadh, dan mata uang khalifah dicetak secara terorganisir dengan kontrol pemerintah.
c.       Pada masa Daulah Abasiyah II, Pemerintahan Kirbugha dan Zahir Barkuk pencetakan fullus tidak dikontrol sehingga menimbulkan inflasi dan memperburuk kondisi keuangan pemerintahannya.
Kegiatan dan usaha Bank terkait dengan komoditas:
a.       Memindahkan uang
b.      Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran
c.       Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya.
d.      Membeli dan menjual surat-surat berharga
e.       Membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang
f.        Memberi jaminan bank
Ciri-ciri bank Islam:
1.      beban biaya,
Beban biaya yang disepakati diantara para pihak untuk transaksi pembiayaan: Al-Qardul Hasan, digunakan istilah biaya administrasi atau biaya pelayanan. Sedangkan untuk pembiayaan al-Bai’u Bithaman Ajil dan al-Murabahah digunakan istilah margin keuntungan. Hal ini berarti:
a.       Besarnya beban biaya tidak kaku dan dapat dilakukan tawar menawar dalam batas-batas yang wajar.
b.      Beban biaya hanya dikenakan sampai batas waktu yang telah disepakati bersama dalam suatu kontrak baru untuk menyelesaikannya.
2.      Tidak menggunakan persentase
Dalam hal pembebanan kewajiban membayar dalam semua kontrak bank Islam selalu menghindarkan penggunaan percentase. Sebab penggunaan persentase mempunyai potensi besar untuk melipatgandakan secara otomatis beban biaya dan pokok pinjaman yang karena sesuatu hal terlambat membayar.
3.      Tidak ada keuntungan yang pasti
Pada dasarnya yang dilarang dalam kegiatan mu’amalah adalah mencantumkan keuntungan yang pasti ditetapkan pada waktu dilakukan aqad pembiayaan. Sedangkan yang diperkenankan dalam siistem mu’amalah Islami adalah kontrak yang dilakukan baik dalam bentuk pembiayaan al-mudharabah maupun al-musyarakah yang hakikatnya merupakan sistem yang didasarkan pada penyertaan dengan sistem bagi hasil.
4.      Dalam simpanan digunakan prinsip al-wadi’ah
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, oleh penabung dianggap sebagai titipan, sedangkan pihak bank menganggapnya sebagai barang titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai oleh Bank Islam. Itulah sebabnya penabung berhak atas bagi hasil dari keuntungan yang didapat dari usaha bank.
5.      Jual beli uang yang sama dilarang
Menurut Al-Ghazali, uang bagaikan kaca, kaca tidak memiliki warna, tetapi ia dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga, tetapi uang bisa merefleksikan semua harga.
6.      Jaminan keberadaan terhadap utang
Lazimnya pada bank konvensional bahwa jaminan kebebasan terhadap utang dari pemberian pinjaman merupakan hal yang sangat menentukan dalam persetujuan pemberian pinjaman. Sebaliknya dalam bank Islam, dalam memberikan pembiayaan tidak mengutamakan jaminan kebendaan kepada peminjam. Sebab barang yang ditalangi pembeliannya oleh bank masih menjadi milik bank sepenuhnya selama utang peminjam belum lunas.
7.      Pendapatan non halal
Sebagaimana kehidupan masyarakat yang heterogen. Maka apabila ada pendapatan bank islam yang tidak halal, maka seperti yang dilakukan Islamic Development Bank, maka hasil transaksi tersebut dimasukkan ke “Rekening non-halal” yang penggunaannya diperuntukkan bagi masyarakat muslim yang terkena musibah, atau kebutuhan masyarakat lainnya yang bersifat sosial.























IV. DAFTAR PUSTAKA

Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan Edisi ke tiga, Lemb.Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001
Muhammad, Drs., Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Penerbit Salemba empat, 2002
Syafi’I Antonio, muhammad., Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Penerbit Gema Insani Press, 2001
Chapra, M. Umer. Prof. Dr., Alqur’an Menuju Sistem Moneter Yang Adil, terj. Dana bhakti prima yasa. Yogyakarta. 1997
Zulkifli, Sunarto. Panduan praktis transaksi perbankan syariah. Zikrul Hakim. Jakarta. 2003.
IBI. Konsep, produk dan implementasi oprasional bank syariah. Djambatan. Jakarta. 2002 
Latifa. M. Alqoud dan Mervyn K. Lewis., Perbankan syariah; rinsip praktet prospek. Ed terj. Serambi. Jakarta. 2001




[1] Syafi’I Antonio, muhammad., Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Penerbit Gema Insani Press, 2001

[2] Al-Hakimi, A’lamus Sunnah al-Mansyurah (Maktabah as-Suwady, 1998), hal 89
[3] Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Hal 8
[4] M. umer chapra., Alqur’an menuju system moneter yang adil., hal 165-166
[5] Ibid Muhammad.,. Hal 24-26
[7] Sunarto zulkifli. Panduan praktis transaksi perbankan syariah. Hal 59-112., IBI. Konsep, produk dan implementasi oprasional bank syariah. Hal 55-247.  latifa. M. Alqoud dan Mervyn K. Lewis., Perbankan syariah; rinsip praktet prospek. Hal 77-93.
[8] Aiwarman karim., Bank Islam Analsisis Fiqih Dan Keuangan, hal 27-42
[9] Opcit, Muhammad., hal 19-22
http://luqmannomic.wordpress.com/2008/05/31/sistem-moneter-dalam-islam/